Jumat, 26 Februari 2010

"Sistem Pembaruan Pendidikan dengan 4 Tahapan Ujian ; Tugas Individu 2"

Ada 4 tahapan ujian menurut Nisbet :

1. The Incres in Workload (pertambahan beban kerja)

Sebelum mengadakan pembaruan, harus dipikirkan terlebih dahulu dan direncanakan sehingga segala sesuatunya lebih terarah dan terkontrol (untuk antisipasi) sehingga hal-hal penting tidak lagi terlewatkan dan hal-hal baru juga harus menggantikan yang lama / tidak terpakai lagi.Tetapi karena adanya perubahan, pasti terdapat juga pertambahan beban kerja misalnya untuk merevisi ulang kembali sesuatu agar kesalahan-kesalahan yang lama tidak terulang lagi.

Contoh : Pada beberapa mata kuliah, yang memiliki beberapa versi buku, ada yang versi lama dan ada juga versi baru setelah direvisi ulang. Namun biasanya lebih sering digunakan versi yang baru karena kesalahan-kesalahan yang ada di buku yang lama telah direvisi kembali, namun kadang-kadang ini membuat kerancuan karena beberapa masih ada yang menggunakan versi yang lama. Pertambahan beban kerjanya yaitu ketelitian yang digunakan agar kesalahan-kesalahan di buku versi lama tidak terulang lagi di versi yang baru.

2. Loss of Confidence (kehilangan kepercayaan)

Sebelum memberikan dan mengembangkan materi baru, terlebih dahulu guru/ pendidik mempersiapkan dirinya dengan materi-materi baru serta meningkatkan skill agar tidak lagi canggung dalam menguraikan materi dan mengembangkannya agar disampaikan kepada yang lainnya.

Contoh : Pada beberapa matakuliah, digunakan blogspot sebagai media untuk mengumpulkan tugas dan pemberian informasi yang baru saja digunakan. Biasanya dosen matakuliah tersebut harus terlebih dahulu mengerti penggunaan media blog tersebut secara menyeluruh agar ketika ada mahasiswa yang kurang memahami penggunaan blog, dapat dijelaskan dan dibantu oleh dosen pengampuhnya tersebut.

3. The Period of Confusion (masa kacau)

Pada saat para pendidik mencoba meningkatkan skill dan mengadakan pembaruan, ada kalanya dimana terjadi kekacauan yang tidak diinginkan. Namun biasanya karena pendidik sudah lebih mempersiapkan dirinya, maka kekacauan-kekacauan yang terjadi, masih dapat diatasi atau masih bisa dikendalikan.

Contoh : Seperti halnya contoh yang pertama, ketika ada matakuliah yang memiliki 2 versi buku, versi lama dan baru, biasanya disini terjadi kerancuan/kekacauan, dimana ketika ada beberapa mahasiswa yang masih menggunakan buku lama dan membandingkannya dengan buku baru yang isinya sudah cukup berbeda dan halamannya juga berbeda, sehingga membuat kebingungan. Namun biasanya hal-hal semacam ini dapat dikendalikan oleh dosennya sehingga masalah yang timbul dapat diminimalisasikan.

4. The Blacklash

Pembaruan digunakan agar ketika ada masalah-masalah lama yang muncul, maka disinilah pembaruan harus diterapkan dan tidak lagi memakai rumusan/teori yang sudah usang sehingga meminimalisir adanya kekacauan (error).

Contoh : Misalnya seperti system absensi dalam perkuliahan, ada beberapa mahasiswa yang masih berani menitipkan absennya dengan cara meminta tolong kepada temannya untuk menandatangani absen mereka (titip absen) karena system absennya dengan cara absen bergilir, namun akhir-akhir ini dosen menggunakan cara baru untuk meminimalisir hal-hal seperti ini dengan menerapkan cara absen panggil (memanggil nama mahasiswa satu per satu dan mengeceknya) yang terlihat lebih efektif dan menghilangkan kekacauan yang sebelumnya.

Tugas2 kelompok V "Empat Tahap Ujian dalam Pembaharuan Pendidikan Menurut Nisbet"

1. The Increase workload (penambahan beban kerja)

Dalam setiap pembaharuan sistem pendidikan, pasti ada pertambahan beban kerja, seperti dalam penyelasaian masalah-masalah yang ada pada sistem sebelumnya. Oleh sebab itu sebelum memulai sistem yang baru kita harus memikiran masalah apa yang mungkin akan timbul dan juga memikiran penyelesaian dari masalah tersebut. contoh : Ada beberapa mata kuliah yang dulunya merupakan mata kuliah wajib sekarang menjadi mata kuliah pilihan dan sebaliknya. Mungkin dalam perubahan ini terdapat beberapa masalah yang mungkin timbul dan penyelesaiannya telah dipikirkan. Dalam hal ini pasti ada pertambahan beban kerja.


2. Lost of Confidence (kehilangan kepercayaan)

Di dalam memperbaiki suatu sistem pendidikan tentu diperlukan skill dan kemampuan dalam melakukannya. Jika hal tersebut tidak dimiliki oleh seorang pengajar tentu ia akan mengalami lost of confidence atau kehilangan kepercayaan diri karena tidak mampu menjalankan sistem. contoh : ketika seorang dosen mengajar mahasiswa dengan persiapan minim dan kurang menguasai materi mahasiswa cenderung tidak memperhatikan, menganggap remeh dan cenderung menunjukkan kemampuan yang lebih daripada dosennya, sehingga membuat pengajar kehilangan kepercayaan diri, jadi seharusnya pengajar diberi pengembangan dalam mengembangkan kemampuannya.


3. The Period of Confusion (masa kacau)

Kekacauan juga dapat terjadi dalam pembaharuan sistem pendidikan,ada saja kendala ataupun masalah yang dapat menghambat pembaharuan, namun masalah-masalah tersebut masih dapat dipertanggung jawabkan dan dapat diatasi. contoh : Ketika terjadi pembaharuan metode pengumpulan tugas di kelas Paedagogi yang dulunya tugas dikumpulkan kedalam bentuk makalah (menggunakan kertas) sekarang bersifat paper-less dan menggunakan blog sebagai sarana pengumpulan tugas, dan blog juga menjadi sumber informasi mengenai mata kuliah yang ada. Pada awalnya ada beberapa masalah dan kebingungan-kebingungan yang timbul dari mahasiswa terutama bagi mahasiswa yang belum mengenal blog, sehingga beberapa pertemuan digunakan untuk membahas dan memecahkan permasalahan yang ada.


4. The Blacklash

Dalam mengevaluasi suatu sistem pendidikan terkadang timbul masalah-masalah yang dalam penyelasaiannya menggunakan upaya-upaya pembaharuan. contoh : Masalah yang timbul dalam metode blogging yang diterapkan dalam kelas paedagogi contohnya, ketika ada beberapa mahasiswa yang belum konfirmasi blog kepada dosen pengampuh meskipun sudah melewati batas waktu yang ditentukan, dapat diatasi dengan cara dosen pengampuh tetap membuat tautan dengan catatan mahasiswa yang belum mengirimkan konfirmasi ke email tetap melakukannya.

Kelompok V :
Denise Lazzaroni 081301036
Husna A. Aritonang 081301046
Gracias Anastasia 081301082
Mayrinda Famella 081301102
Suri Ichwani 081301103
Dita Ardhina 081301110

Referensi :

Salam, Burhanuddin. Pengantar Paedagogik (Dasar-dasar Ilmu Mendidik). PT. RINEKA CIPTA, JAKARTA:2002

Jumat, 19 Februari 2010

1+1+1+1+1 = 1!! ; Tugas I

Pendidikan bisa didapatkan dari mana saja dan pendidikan itu bisa dalam hal apa saja. Baik saat pembelajaran formal didalam kelas maupun pembelajaran dari buku-buku, serta pembelajaran yang didapat dengan berinteraksi sehari-hari. Semua pembelajaran itu dapat dikatakan efektif, namun harus benar-benar dipahami oleh masing-masing individu. Apakah mereka dapat mengembangkan pembelajaran tersebut sebagai sebuah wadah untuk memperoleh pendidikan yang efektif dan akurat.
Seperti halnya saat adanya tugas kelompok yang diadakan oleh Ibu Dina di kelas Paedagogi minggu yang lalu, saat Ibu Dina membagikan 5 buah tusuk gigi dan 5 tusuk sate kepada masing-masing kelompok dan kelompok diminta untuk membuat sebuah bintang yang kokoh. Hal ini bisa dikatakan sulit namun bisa juga dikatakan mudah, tergantung dari masing-masing orangnya. Tetapi, berhubung karena ini merupakan tugas kelompok yang terdiri dari beberapa orang yang memiliki cara tersendiri dalam memahami pembelajaran, maka setiap orang dalam kelompok itu harus saling menyalurkan pendapatnya dan saling membantu serta sharing bagaimana cara yang efektif agar dapat membentuk sebuah bintang dari bahan-bahan yang telah diberikan oleh Ibu Dina. Disinilah fungsi makhluk sosial dari manusia itu bisa berkembang. Karena ketika akan merangkai sebuah bintang dari 5 tusuk gigi dan 5 tusuk sate, dibutuhkan konsentrasi, penyatuan ide dari masing-masing anggota, toleransi dan saling membantu satu sama lain dari setiap kelompok. Manusia dikatakan makhluk sosial karena mereka bisa saling mengerti dan membantu satu sama lain serta membuat suatu kesepakatan serta hasil yang dapat mereka capai bersama.
Ketika suatu kelompok diminta untuk membentuk sebuah bintang dari 5 buah tusuk gigi, ini merupakan hal yang sulit dan agak kurang efektif meskipun semua anggota kelommpok telah saling mengungkapkan ide-ide mereka dan saling membantu agar mendapat hasil yang semaksimal mungkin untuk membentuk bintang dikarenakan tusuk gigi dengan ukuran yang kecil dan pendek serta rapuh kurang mampu menghasilkan bentuk yang diinginkan. Namun ketika kelompok diminta membuat bintang dari 5 buah tusuk sate, ini menjadi hal yang lebih mudah dibandingkan yang sebelumnya. Saat setiap anggota kelompok mengutarakan ide-ide nya dan akhirnya berhasil mendapatkan cara untuk merangkai tusuk-tusuk sate tersebut menjadi sebuah bintang, didapatkan kesimpulan bahwasanya tusuk sate itu memiliki ukuran yang pipih dan panjang serta lebih lentur dibandingkan dengan tusuk gigi sehingga bisa dikaitkan satu sama lain sehingga dapat membentuk sebuah bintang.
Membentuk bintang dari 5 buah tusuk sate bukanlah hal yang mudah, namun dengan adanya penyatuan ide-ide yang ada serta saling membantu satu sama lain oleh tiap-tiap anggota membuat hal tersebut menjadi lebih mudah dan dapat dikerjakan lebih cepat. Menyusun satu demi satu tusuk sate tersebut dan merangkainya sehingga membentuk menjadi sebuah bintang atau bisa dibilang 1+1+1+1+1 = 1!
Manusia ditinjau dari sisi psikologis memiliki 3 aspek penting yang saling berkaitan yaitu kognitif, afektif serta psikomotor. Namun 3 aspek ini juga harus diimbangi dengan kegiatang bersosialisi. Hal-hal yang telah disebutkan tadi merupakan beberapa jalur pembelajaran yang biasa dilakukan oleh manusia yang biasanya terjadi di kehidupan sehari-hari untuk mendapatkan pendidikan serta pengetahuan akan suatu hal. Setiap manusia itu berbeda-beda, namun manusia tetap disebut dengan makhluk sosial. Setiap individu memiliki caranya masing-masing dalam mendapatkan pendidikannya. Dan sesuai dengan kemampuan mereka masing-masing dalam melakukan pembelajaran, individu itu dibagi 3 yaitu : Individu yang cepat dalam belajar, individu yang lambat dalam belajar dan individu yang kreatif.
Namun tiap individu itu juga dapat memperoleh pendidikan baru melalui beberapa bentuk belajar, seperti :
- Belajar dengan symbol, yaitu individu mereaksi karena adanya aksi yang ditimbulkan.
- Belajar dengan menjawab/mereaksi rangsangan yang merupakan gerakan fisik stimulus respons)
- Belajar merangkai, menghubungkan rangsangan yang terjadi dan diikuti dengan respon berikutnya.
- Belajar merangkai kata-kata, yaitu merangkaikan misalnya nama sesuatu benda dengan bentuk bendanya.
- Belajar membedakan, yaitu mempelajari dengan cara memberikan respons secara abstrak terhadap sesuatu rangsangan.
- Belajar aturan, yaitu belajar menghubungkan satu atau lebih konsep dengan konsep yang lainnya.
- Belajar memecahkan masalah, yaitu belajar menerapkan berbagai prinsip hingga memperoleh konsep baru.
Beberapa bentuk belajar diatas, dilakukan oleh tiap orang/anggota kelompok yang mencoba saling membantu agar dapat menghasilkan suatu bentuk bintang dari 5 tusuk sate.
Dalam proses belajar sosial merupakan perkembangan kesetiaan sosial (formation of social loyalities) bila ditinjau menurut sosiobudaya. Kesetiaan sosial individu berkembang dimulai dari lingkungan keluarga, teman sepermainan, sekolah hingga masyarakat luas. Biasanya kesetiaan sosial didasarkan atas :
• Pengalaman individu dalam kelompok primer atau keluarga dapat menimbulkan kesenangan dan penuh percaya diri serta menimbulkan rasa aman bagi individu.
• Pada kelompok primer ini juga ditumbuhkan rasa kesetiaan pada kelompoknya, belajar menempatkan diri, belajar memainkan peranan, dapat saling menghargai dan mengindahkan tanggung jawab masing-masing.
• Kesetiaan terhadap kelompok kecil merupakan batu loncatan untuk meraih kesetiaan dalam kelompok yang lebih besar.
Ketika individu diminta agar dapat merangkai bentuk bintang melalui 5 buah tusuk gigi dan 5 buah tusuk sate, itu dapat terdengar impossible. Oleh karena itu, Ibu Dina membentuk kelompok-kelompok yang terdiri dari beberapa orang untuk merangkai sebuah bintang dari bahan-bahan yang ada. Dalam kelompok inilah, kesetiaan sosial individu diuji. Dan orang-orang yang merupakan anggota kelompok tersebut sebelumnya sudah memiliki banyak pengalaman bergabung dengan kelompok lain, sehingga bisa lebih memahami bagaimana sistematika pembelajaran dalam suatu kelompok sehingga bisa mendapatkan suatu ilmu baru atau yang bisa disebut juga dengan pendidikan.

Referensi :
Salam, Burhanuddin. Pengantar Paedagogik (Dasar-dasar Ilmu Mendidik). PT. RINEKA CIPTA, JAKARTA:2002

(diselesaikan pada tanggal 19 Februari 2010 pada pukul 23.35 WIB)