Minggu, 04 April 2010

Laporan Hasil Observasi "Multiple Intelligence"

Alhamdulillah akhirnya bisa diupload juga filenya, bisa klik disini untuk laporan hasil observasi dalam bentuk rtf. Dan yang slide di klik disini. maaf atas ketelatan kami.

Jumat, 19 Maret 2010

Diskusi Online ; Tugas Individu I

Yihaaaaaaaa.
Akhirnya saya telah melakukan diskusi di dalam forum bersama dengan Risa Fadila (08-003) dan Dita Ardhina (08-110) pada sore hari menjelang malam ini.
Di sela-sela waktu yang mepet sehabis kuliah yang sampai sore dan tugas-tugas yang menumpuk terus beruntun, bisa juga ternyata diselesaikan diskusi online ini.
Kami bertiga memutuskan untuk mendiskusikan mengenai film yang cukup baru dirilis yaitu "My Name is Khan". Kami memilih untuk mendiskusikan mengenai film ini dikarenakan kami bertiga telah menontonnya dan film ini memiliki banyak hal yang dapat diungkap dan memiliki banyak pesan moral.
Saat melakukan diskusi ini, perasaan saya campur aduk. Bisa dibilang untuk tugas ini saya cukup excited karena diskusi online bertiga ini bukan diskusi online biasa, melainkan membicarakan dan membahas mengenai sesuatu hal yang berkaitan dengan nilai tugas kami, jadi kami berusaha sebaik mungkin agar kami bisa mendapatkan nilai yang baik.
Saya juga senang karena Dita dan Risa dapat diajak kerja sama dengan baik. Jadi terimakasih kepada teman-teman sekalian.
Dan yang paling penting adalah, terimakasih yang sebesar-besarnya saya haturkan kepada dosen pengampu matakuliah Paedagogi ini yaitu Ibu Filia Dina yang masih memberikan kami kesempatan untuk mendapatkan nilai tugas kami. Makasi banyak yaa Bu.....
Semoga tugas ini bisa mendapatkan hasil yang baik dan kami semua bisa menjalani Ujian Tengah Semester dengan lancar dan sukses dan dengan hasil yang memuaskan juga. Amin Ya Rabbal 'Alamin.
Sekali lagi terimakasih kepada semua pihak yang terlibat. :)

Kamis, 04 Maret 2010

Tugas III Kelompok V "PARADIGMA PEMBELAJARAN"

Alamat Url :
1. Pembelajaran Konstriktivistik
2. Quantum Teaching dalam Pembelajaran
3. Kecerdasan Emosional dalam Pembelajaran
4. Multiple Intelligences
5. Quantum Learning dalam Pembelajaran
6. Contextual Teaching and Learning

PEMBAHASAN STUDI KASUS :
1. Contextual Teaching and Learning (CTL)
Studi kasus tentang penerapan model pembelajaran kontekstual atau contextual teaching and learning (CTL) pada mata pelajaran seni budaya sub bidang studi seni tari untuk siswa kelas VIII di smp negeri 20 malang tahun pelajaran 2008/2009 Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah sistem pembelajaran yang cocok dengan kinerja otak, untuk menyusun pola-pola yang mewujudkan makna, dengan cara menghubungkan muatan akademis dengan konteks kehidupan sehari-hari peserta didik. Hal ini penting diterapkan agar informasi yang diterima tidak hanya disimpan dalam memori jangka pendek, yang mudah dilupakan, tetapi dapat disimpan dalam memori jangka panjang. Pendekatan kontekstual ( contextual teaching and learning (CTL)) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dan mendorong anatara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga masyarakat sehingga akan dihayati dan diterapkan dalam tugas pekerjaan. Pada mata pelajaran seni budaya sub bidang studi seni tari, model pembelajaran kontekstual diharapkan mampu membuat siswa medorong pengetahuan yang dimilikinya dan menerapkannya dalam kehidupan, Model pembelajaran CTL ini juga dapat membantu siswa memahami dan menguasai pemahamannya dalam penerapannya pada pelaksanaan pembelajaran seni tari. Sehingga dengan adanya penerapan model pembelajaran CTL siswa tidak hanya mampu menghafal tentang konsep atau pengetahuan pembelajaran seni tari, tetapi siswa dapat mengalami sendiri pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh dari pembelajaran seni tari di dalam kehidupan sehari-hari. Pendekatan kontekstual mendasarkan diri pada kecenderungan pemikiran tentang belajar yaitu sebagai berikut:
a. Proses belajar
b. Transfer belajar
c. Siswa sebagai pembelajaran
d. Pentingnya lingkungan belajar
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perangkat pembelajaran seni tari yang dibuat oleh guru seni budaya salah satunya adalah rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), sudah sesuai dengan beberapa komponen utama pada CTL diantaranya: konstruktivisme (constructivism), bertanya (questioning), menemukan (inquiry), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian sebenarnya (authentic assesment). Hal tersebut terlihat pada komponen rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang terdapat pada metode dan strategi pembelajaran. Selain itu, guru seni budaya juga melakukan penilaian sebenarnya (authentic assesment) pada setiap materi yang diajarkan. Penilaian sebenarnya (authentic assesment) merupakan penilaian yang diperoleh baik dari segi proses maupun hasil akhir dalam pelaksanaan pembelajaran seni tari.

2. Quantum learning
Quantum learning ialah kiat, petunjuk, strategi, dan seluruh proses belajar yang dapat mempertajam pemahaman dan daya ingat, serta membuat belajar sebagai suatu proses yang menyenangkan dan bermanfaat. Beberapa teknik yang dikemukakan merupakan teknik meningkatkan kemampuan diri yang sudah populer dan umum digunakan. Namun, Bobbi DePorter mengembangkan teknik-teknik yang sasaran akhirnya ditujukan untuk membantu para siswa menjadi responsif dan bergairah dalam menghadapi tantangan dan perubahan realitas (yang terkait dengan sifat jurnalisme). Quantum learning berakar dari upaya Georgi Lozanov, pendidik berkebangsaan Bulgaria. Ia melakukan eksperimen yang disebutnya suggestology (suggestopedia). Prinsipnya adalah bahwa sugesti dapat dan pasti mempengaruhi hasil situasi belajar, dan setiap detil apa pun memberikan sugesti positif atau negatif. Untuk mendapatkan sugesti positif, beberapa teknik digunakan. Para murid di dalam kelas dibuat menjadi nyaman. Musik dipasang, partisipasi mereka didorong lebih jauh. Poster-poster besar, yang menonjolkan informasi, ditempel. Serta dibuat juga portofolio untuk memudahkan para siswa. Guru-guru yang terampil dalam seni pengajaran sugestif bermunculan. Menurut studi kasus yang didapat berkaitan dengan quantum learning tersebut, dikatakan bahwa asesmen yang sedang berkembang saat ini adalah penilaian portofolio yang disinyalir memiliki banyak manfaat baik bagi guru maupun bagi siswa. Model Pembelajaran Berbasis Portofolio merupakan alternatif Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) dan Cara Mengajar Guru Aktif (CMGA). Karena sebelum, selama dan sesudah proses belajar mengajar guru dan siswa dihadapkan pada sejumlah kegiatan. Diharapkan siswa akan mendapat banyak manfaat baik hasil belajar utama maupun hasil pengiring akademik dan sosial dan memudahkan siswa dalam menyerap pendidikan dalam proses pembelajaran seperti ini. Melalui model pembelajaran berbasis portofolio siswa diberdayakan agar mau dan mampu berbuat untuk memperkaya pengalaman belajarnya (learning to do) dengan meningkatkan interaksi dengan lingkungannya baik lingkungan fisik, sosial, mapun budaya, sehingga mampu membangun pemahaman dan pengetahuannya terhadap dunia di sekitarnya (learning to know). Diharapkan hasil interaksi dengan lingkungannya itu dapat membangun pengetahuan dan kepercayaan dirinya (learning to be). Kesempatan berinteraksi dengan berbagai individu atau kelompok yang bervariasi (learning to live together) akan membentuk kepribadiannya untuk memahami kemajemukan dan melahirkan sikap-sikap positif dan toleran terhadap keanekaragaman dan perbedaan hidup. Model pembelajaran berbasis portofolio merupakan satu bentuk perubahan konsep berpikir tersebut, yaitu suatu inovasi pembelajaran yang dirancang untuk membantu siswa dalam memahami teori secara mendalam melalui pengalaman belajar praktik empirik. Praktik belajar ini dapat menjadi program pendidikan yang mendorong kompetensi, tanggung jawab dan partisipasi siswa, belajar menilai dan mempengaruhi kebijakan umum, memberanikan diri untuk berperan serta dalam kegiatan antar siswa, antar sekolah dan antar anggota masyarakat Pembelajaran saat ini perlu lebih menekankan how (bagaimana membelajarkan) daripada what (apa yang dibelajarkan). Guru tidak lagi hanya bertugas memberikan informasi kepada siswa. Tugas guru saat ini diharapkan dapat memotivasi siswa untuk mencari informasi baru diluar kelas di sekolah. Belajar tidak hanya disekolah, belajar juga dapat dilakukan diluar sekolah. Guru tidak harus menyampaikan pelajaran sesuai dengan kurikulum, tetapi dituntut dapat mengembangkan potensi siswanya. Artinya, pembelajaran tidak lagi terikat dan dibatasi dinding-dinding kelas. Guru dituntut mengembangkan metode secara kreatif dan inovatif. Guru bukan lagi sebagai pusat pembelajaran, melainkan sebagai fasilitator. Sumber pembelajaran bisa berupa buku, lingkungan, dan masyarakat, termasuk internet. Dengan demikian, siswa akan menyukai materi yang diberikan, bahkan akan terus menuntut untuk maju serta menemukan hal-hal baru pada bidang yang diminati untuk membangun kompetensi diri.

3. Quantum Teaching
Pada studi kasus Pengaruh Model Quantum Teaching dan Model Ekspositori Terhadap Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Sosial Ditinjau Dari Kreativitas Siswa (Studi Eksperimen Kelas VIII Di SMP Negeri Kecamatan Mojogedang Tahun 2009 / 2010). diberikan Quantum Teaching berfokus pada hubungan dinamis dalm lingkungan kelas. Didalam studi kasus ini murid. Dilihat bagaimana Ada perbedaan pengaruh yang signifikan antara Kreativitas Siswa Tinggi dan Kreativitas Siswa Rendah terhadap hasil belajar Ilmu Pengetahuan Sosial dan terdapat pengaruh interaksi yang signifikan antara Model Pembelajaran dan Kreativitas siwa terhadap hasil belajar Ilmu Pengetahuan Sosial dengan diberikannya model pembelajaran quatum teaching. Quantum teaching adalah pengubahan belajar yang meriah dengan segalaa nuansanya. Dalam Quantum Teaching juga menyertakan segala kaitan interaksi dan perbedaan yang memaksimalkan momen belajar. Interaksi yang menjadikan landasan dan kerangka untuk belajar. Dari uraian diatas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa QuntumTeaching adalah orkrestasi bermacam-macam interaksi yang ada mencakup unsur-unsur untuk belajar efektif yang mempengaruhi kesuksesan siswa. Interaksi-interaksi ini mengubah kemampuan dan bakat alamiah siswa menjadi cahaya yang akan bermanfaat bagi mereka sendiri dan orang lain. Berdasarkan asas utama quantum teaching konsep itu adalah “Bawalah dunia mereka kedunia kita dan antarkan dunia kita ke dunia mereka”. Maksud asas utama ini memberi pengertian bahwa langkah awal yang harus dilakukan dalam pengajaran yaitu mencoba memasuki dunia yang dialami oleh peserta didik. Cara yang dilakukan seorang pendidik untuk apa yang diajarkan dengan sebuah peristiwa, pikiran atau perasaan yang diperoleh dari kehidupan rumah, sosial, musik, seni, rekreasi atau akademis mereka. Setelah kaitan itu terbentuk, maka dapat membawa mereka kedalam dunia kita dan memberi mereka pemahaman mengenai isi dunia itu. “dunia kita” dipeluas mencakup tidak hanya para siswa, tetapijuga guru. Akhirnya dengan pengertian yang lebih luas dan penguasaan lebih mendalam ini, siswa dapat membawa apa yang mereka pelajari kedalam dunia mereka dan menerapkannya pada situasi baru.
Prinsip-Prinsip Quantum Teaching Prinsip-prinsip Quantum Teaching adalah struktur chort dasar dari simfoni. Prinsip-prinsip tersebut adalah:
a. Segalanya Berbicara Segalanya dari lingkungan kelas hingga bahasa, tubuh, dari kelas yang bagaikan hingga rancangan pembelajaran, semuanya mengirim pesan tentang belajar.
b. Segalanya Bertujuan Segalanya bertujuan dapat, digambarkan bahwa segala sesuatu yang terjadi dalam proses belajar mengajar memiliki tujuan tertentu. Suatu tujuan yang diharapkan tidak harus diuraikan dengan kata-kata dapat pula diwujudkan dan mencakup keseluruhan peristiwa yang terjadi dalam proses belajar mengajar itu sendiri.
c. Pengalaman Sebelum Pemberian Nama Otak manusia berkembang pesat dengan adanya rasa ingin tahu oleh karena itu, proses belajar paling baik terjadi ketika siswa telah mengalami informasi sebelum mereka memperoleh nama untukyang mereka pelajari.
d. Akui Setiap Usaha Belajar pada hakikatnya mengandung konsekuensi ketika peserta didik mulai melangkah untuk belajar yang bagaimanapun untuk setiap usaha dan pekerjaan untuk belajar yang dilakukan selalu dianggap perlu dan akan berpengaruh terhadap hasil pekerjaan yang lebih baik. Fungsi dari pengakuan akan berperan menciptakan perasaan nyaman dan poercaya diri. Disamping itu juga dapat menciptakan lingkungan paling baik untuk membantu mengubah diri menuju arah yang diinginkan.
e. Jika Layak Dipelajari, Maka Layak Pula Dirayakan Perayaan merupakan ungkapan kegembiraan atas keberhasilan yang diperoleh. Perayaan memberikan umpan balik mengenai kemajuaan dan meningkatklan asosiasi emosi positif dengan belajar.

4. Kecerdasan Emosional
Kecerdasan Emosional merupakan kemampuan individu dalam menggunakan atau mengelola emosinya secara efektif untuk mencapai tujuan, membangun hubungan yang produktif dengan orang lain dan meraih keberhasilan. Berdasarkan pada studi pendahuluan dan data dari beberapa referensi di atas, peneliti memfokuskan penelitian pada tindakan guru dalam pembelajaran yang berkontribusi terhadap pengembangan kecerdasan emosional siswa di SD Islam Roushon Fikr Jombang, yang meliputi:
1). Tindakan guru dalam pembelajaran yang berkontribusi terhadap kemampuan siswa mengenal emosi diri,
2). Tindakan guru dalam pembelajaran yang berkontribusi terhadap kemampuan siswa mengelola emosi diri,
3). Tindakan guru dalam pembelajaran yang berkontribusi terhadap kemampuan siswa memotivasi diri sendiri,
4). Tindakan guru dalam pembelajaran yang berkontribusi terhadap kemampuan siswa mengenal emosi orang lain, dan
5). Tindakan guru dalam pembelajaran yang berkontribusi terhadap kemampuan siswa menjalin hubungan dengan orang lain. Sedangkan dalam perkembangan setelah mengumpulkan data, menganalisis, dan mengidentifikasi, muncul fokus kedua sebagai temuan penelitian tambahan, yaitu peristiwa spontan dalam pembelajaran yang langsung direspon oleh guru, dan peristiwa dalam pembelajaran yang berpeluang untuk mengembangkan kecerdasan emosional siswa, tetapi diabaikan atau tidak direspon langsung oleh guru.
Dasar-dasar kecerdasan sosial: a. Mengorganisasi kelompok b. Merundingkan pemecahan c. Hubungan pribadi d. Analisis sosial

5. Pembelajaran Konstruktivistik
Pada studi kasus kasus “Studi Perbandingan Antara Teori Konstruktivisme dan Konsep E-Learning dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia”. Ditemukan relevansi dengan materi mengenai pembelajaran konstrutivisme dari buku Paradigma Baru Pembelajaran. Pada studi kasus ini dosen memberikan sejumlah materi yang kemudian diinterpretasikan oleh mahasiswa sesuai dengan kemampuannya masing masing, hal ini sesuai dengan tujuan konstruktivis dari buku Paradigma Baru Pembelajaran yaitu konstruktivis ini ditentukan bagaimana belajar, yaitu menciptakan pemahaman baru yang menuntut aktivitas kreatif produkif dalam konteks nyata yang mendorong si belajar untuk berpikir dan berpikir ulang lalu mendemonstrasikan. Sumber : http://repository.gunadarma.ac.id:8000/browse.php?nfile=1565

6. Pembelajaran Multiple Intelligences
Selama ini kecerdasan diukur dengan tes IQ yang berfokus pada kecerdasan linguistik dan matematika/logika, dan keberhasila di sekolah menunjukan kecerdasan. Namun pada dasarnya bukan hanya itu cara mengetahuinya. Howard Gardner mendefinisikan kecerdasan sbb :
1. Kemampuan menyelesaikan masalah atau produk mode yang menerapkan konsekuensi dalam suasana budaya.
2. Keteramplan memecahkan masalah membuat seseorang mendekati situasi yang sasaran harus dicapai.
3. Kemampuan untuk menemukan arah / cara yang tepat ke arah sasaran tersebut.
Gardner memetakan lingkup kemampuan manusia yang luas menjadi delapan kategori yang komprehensif atau sembilan kecerdasan dasar, yaitu:
1. Kecerdasan linguistik
2. Kecerdasan matematis-logis
3. Kecerdasan spasial
4. Kecerdasan kinetis-jasmani
5. Kecerdasan musikal
6. Kecerdasan interpersonal
7. Kecerdasan intrapersonal
8. Kecerdasan naturalis
9. Kecerdasan eksistensial
Pada studi kasus di http://indonesia-educenter.net/index.php?option=com_content&task=view&id=299&Itemid=61, dilakukan sebuah penelitian terhadap tiga kelas 4 SD yang mengadopsi metode pembelajaran yang berbeda. Kelas yang pertama, yaitu kelas 4A menerakan Multiple Intelligences (guru mengajar dengan teknik bervariasi sehingga ragam kecerdasan menurut Howard Gardner dapat terlayani di dalam proses ini) NAMUN alur prosesnya masih mengikuti pola mengajar konvensional, yaitu Guru yang memegang kendali atas pilihan teknik serta alokasi waktunya. Kelas yang kedua, yaitu kelas 4B menerapkan model pembelajaran Konvensional Kelas yang ketiga, yaitu kelas 4C menerapkan Multiple Intelligences dengan memberi kesempatan kepada siswa untuk MEMILIH sendiri teknik belajar (atau paling tidak, disediakan beberapa alternatif pilihan) yang paling disukainya. Hal ini diwujudkan dengan memberi kebebasan pada siswa untuk menentukan sendiri tugas-tugas yang ingin diselesaikannya terlebih dahulu sebelum dia berpindah kepada tugas yang lainnya. Juga memberi pilihan kepada siswa untuk mau bekerja sendiri atau bersama dalam kelompok. Kelas 4C ini kami sebut sebagai Kelas Kecerdasan Majemuk Sudut Kecerdasan. Setelah melewati berbagai tes, didapatkan bahwa kelas 4B lebih unggul daripada kelas 4C bila dlihat dari hasil akhir. Namun pada dasarnya kleas 4C juga banyak mengalami kemajuan. Penjelasan lebih lanjut dapat dilihat di http://indonesia-educenter.net/index.php?option=com_content&task=view&id=207&Itemid=61 dan perbandingan antara kelas 4A dan 4C dapat dilihat http://indonesia-educenter.net/index.php?option=com_content&task=view&id=206&Itemid=61 dimana evaluasi di kelas 4C lebih baik.
Pada dasarnya studi kasus ini menunjukkan bahwa metode pembelajaran multiple inteligence ini berperan dalam pendidikan anak, seperti yang dijelaskan di buku.

DAFTAR PUSTAKA:
http://repository.gunadarma.ac.id:8000/browse.php?nfile=1565
http://pasca.uns.ac.id/?p=306 http://karya-ilmiah.um.ac.id/index.php/disertasi/article/view/983
http://indonesia-educenter.net/index.php?option=com_content&task=view&id=299&Itemid=61
http://bankskripsi.com/model-pembelajaran-berbasis-portofolio-studi-kasus-di-sd-negeri-barusari-03-semarang.pdf.doc.htm
http://karya-ilmiah.um.ac.id/index.php/seni-desain/article/view/1548
Prof. Dr. H. Yatim Riyanto, M.Pd. Paradigma Baru Pembelajaran. KENCANA PRENADA MEDIA GROUP. JAKARTA. 2009

KELOMPOK V :
1. DENISE LAZZARONI O81301036
2. HUSNA A. ARITONANG 081301046
3. GRACIAS ANASTASIA 081301082
4. MAYRINDA FAMELLA 081301102
5. SURI ICHWANI 081301103
6. DITA ARDHINA 081301110

Jumat, 26 Februari 2010

"Sistem Pembaruan Pendidikan dengan 4 Tahapan Ujian ; Tugas Individu 2"

Ada 4 tahapan ujian menurut Nisbet :

1. The Incres in Workload (pertambahan beban kerja)

Sebelum mengadakan pembaruan, harus dipikirkan terlebih dahulu dan direncanakan sehingga segala sesuatunya lebih terarah dan terkontrol (untuk antisipasi) sehingga hal-hal penting tidak lagi terlewatkan dan hal-hal baru juga harus menggantikan yang lama / tidak terpakai lagi.Tetapi karena adanya perubahan, pasti terdapat juga pertambahan beban kerja misalnya untuk merevisi ulang kembali sesuatu agar kesalahan-kesalahan yang lama tidak terulang lagi.

Contoh : Pada beberapa mata kuliah, yang memiliki beberapa versi buku, ada yang versi lama dan ada juga versi baru setelah direvisi ulang. Namun biasanya lebih sering digunakan versi yang baru karena kesalahan-kesalahan yang ada di buku yang lama telah direvisi kembali, namun kadang-kadang ini membuat kerancuan karena beberapa masih ada yang menggunakan versi yang lama. Pertambahan beban kerjanya yaitu ketelitian yang digunakan agar kesalahan-kesalahan di buku versi lama tidak terulang lagi di versi yang baru.

2. Loss of Confidence (kehilangan kepercayaan)

Sebelum memberikan dan mengembangkan materi baru, terlebih dahulu guru/ pendidik mempersiapkan dirinya dengan materi-materi baru serta meningkatkan skill agar tidak lagi canggung dalam menguraikan materi dan mengembangkannya agar disampaikan kepada yang lainnya.

Contoh : Pada beberapa matakuliah, digunakan blogspot sebagai media untuk mengumpulkan tugas dan pemberian informasi yang baru saja digunakan. Biasanya dosen matakuliah tersebut harus terlebih dahulu mengerti penggunaan media blog tersebut secara menyeluruh agar ketika ada mahasiswa yang kurang memahami penggunaan blog, dapat dijelaskan dan dibantu oleh dosen pengampuhnya tersebut.

3. The Period of Confusion (masa kacau)

Pada saat para pendidik mencoba meningkatkan skill dan mengadakan pembaruan, ada kalanya dimana terjadi kekacauan yang tidak diinginkan. Namun biasanya karena pendidik sudah lebih mempersiapkan dirinya, maka kekacauan-kekacauan yang terjadi, masih dapat diatasi atau masih bisa dikendalikan.

Contoh : Seperti halnya contoh yang pertama, ketika ada matakuliah yang memiliki 2 versi buku, versi lama dan baru, biasanya disini terjadi kerancuan/kekacauan, dimana ketika ada beberapa mahasiswa yang masih menggunakan buku lama dan membandingkannya dengan buku baru yang isinya sudah cukup berbeda dan halamannya juga berbeda, sehingga membuat kebingungan. Namun biasanya hal-hal semacam ini dapat dikendalikan oleh dosennya sehingga masalah yang timbul dapat diminimalisasikan.

4. The Blacklash

Pembaruan digunakan agar ketika ada masalah-masalah lama yang muncul, maka disinilah pembaruan harus diterapkan dan tidak lagi memakai rumusan/teori yang sudah usang sehingga meminimalisir adanya kekacauan (error).

Contoh : Misalnya seperti system absensi dalam perkuliahan, ada beberapa mahasiswa yang masih berani menitipkan absennya dengan cara meminta tolong kepada temannya untuk menandatangani absen mereka (titip absen) karena system absennya dengan cara absen bergilir, namun akhir-akhir ini dosen menggunakan cara baru untuk meminimalisir hal-hal seperti ini dengan menerapkan cara absen panggil (memanggil nama mahasiswa satu per satu dan mengeceknya) yang terlihat lebih efektif dan menghilangkan kekacauan yang sebelumnya.

Tugas2 kelompok V "Empat Tahap Ujian dalam Pembaharuan Pendidikan Menurut Nisbet"

1. The Increase workload (penambahan beban kerja)

Dalam setiap pembaharuan sistem pendidikan, pasti ada pertambahan beban kerja, seperti dalam penyelasaian masalah-masalah yang ada pada sistem sebelumnya. Oleh sebab itu sebelum memulai sistem yang baru kita harus memikiran masalah apa yang mungkin akan timbul dan juga memikiran penyelesaian dari masalah tersebut. contoh : Ada beberapa mata kuliah yang dulunya merupakan mata kuliah wajib sekarang menjadi mata kuliah pilihan dan sebaliknya. Mungkin dalam perubahan ini terdapat beberapa masalah yang mungkin timbul dan penyelesaiannya telah dipikirkan. Dalam hal ini pasti ada pertambahan beban kerja.


2. Lost of Confidence (kehilangan kepercayaan)

Di dalam memperbaiki suatu sistem pendidikan tentu diperlukan skill dan kemampuan dalam melakukannya. Jika hal tersebut tidak dimiliki oleh seorang pengajar tentu ia akan mengalami lost of confidence atau kehilangan kepercayaan diri karena tidak mampu menjalankan sistem. contoh : ketika seorang dosen mengajar mahasiswa dengan persiapan minim dan kurang menguasai materi mahasiswa cenderung tidak memperhatikan, menganggap remeh dan cenderung menunjukkan kemampuan yang lebih daripada dosennya, sehingga membuat pengajar kehilangan kepercayaan diri, jadi seharusnya pengajar diberi pengembangan dalam mengembangkan kemampuannya.


3. The Period of Confusion (masa kacau)

Kekacauan juga dapat terjadi dalam pembaharuan sistem pendidikan,ada saja kendala ataupun masalah yang dapat menghambat pembaharuan, namun masalah-masalah tersebut masih dapat dipertanggung jawabkan dan dapat diatasi. contoh : Ketika terjadi pembaharuan metode pengumpulan tugas di kelas Paedagogi yang dulunya tugas dikumpulkan kedalam bentuk makalah (menggunakan kertas) sekarang bersifat paper-less dan menggunakan blog sebagai sarana pengumpulan tugas, dan blog juga menjadi sumber informasi mengenai mata kuliah yang ada. Pada awalnya ada beberapa masalah dan kebingungan-kebingungan yang timbul dari mahasiswa terutama bagi mahasiswa yang belum mengenal blog, sehingga beberapa pertemuan digunakan untuk membahas dan memecahkan permasalahan yang ada.


4. The Blacklash

Dalam mengevaluasi suatu sistem pendidikan terkadang timbul masalah-masalah yang dalam penyelasaiannya menggunakan upaya-upaya pembaharuan. contoh : Masalah yang timbul dalam metode blogging yang diterapkan dalam kelas paedagogi contohnya, ketika ada beberapa mahasiswa yang belum konfirmasi blog kepada dosen pengampuh meskipun sudah melewati batas waktu yang ditentukan, dapat diatasi dengan cara dosen pengampuh tetap membuat tautan dengan catatan mahasiswa yang belum mengirimkan konfirmasi ke email tetap melakukannya.

Kelompok V :
Denise Lazzaroni 081301036
Husna A. Aritonang 081301046
Gracias Anastasia 081301082
Mayrinda Famella 081301102
Suri Ichwani 081301103
Dita Ardhina 081301110

Referensi :

Salam, Burhanuddin. Pengantar Paedagogik (Dasar-dasar Ilmu Mendidik). PT. RINEKA CIPTA, JAKARTA:2002

Jumat, 19 Februari 2010

1+1+1+1+1 = 1!! ; Tugas I

Pendidikan bisa didapatkan dari mana saja dan pendidikan itu bisa dalam hal apa saja. Baik saat pembelajaran formal didalam kelas maupun pembelajaran dari buku-buku, serta pembelajaran yang didapat dengan berinteraksi sehari-hari. Semua pembelajaran itu dapat dikatakan efektif, namun harus benar-benar dipahami oleh masing-masing individu. Apakah mereka dapat mengembangkan pembelajaran tersebut sebagai sebuah wadah untuk memperoleh pendidikan yang efektif dan akurat.
Seperti halnya saat adanya tugas kelompok yang diadakan oleh Ibu Dina di kelas Paedagogi minggu yang lalu, saat Ibu Dina membagikan 5 buah tusuk gigi dan 5 tusuk sate kepada masing-masing kelompok dan kelompok diminta untuk membuat sebuah bintang yang kokoh. Hal ini bisa dikatakan sulit namun bisa juga dikatakan mudah, tergantung dari masing-masing orangnya. Tetapi, berhubung karena ini merupakan tugas kelompok yang terdiri dari beberapa orang yang memiliki cara tersendiri dalam memahami pembelajaran, maka setiap orang dalam kelompok itu harus saling menyalurkan pendapatnya dan saling membantu serta sharing bagaimana cara yang efektif agar dapat membentuk sebuah bintang dari bahan-bahan yang telah diberikan oleh Ibu Dina. Disinilah fungsi makhluk sosial dari manusia itu bisa berkembang. Karena ketika akan merangkai sebuah bintang dari 5 tusuk gigi dan 5 tusuk sate, dibutuhkan konsentrasi, penyatuan ide dari masing-masing anggota, toleransi dan saling membantu satu sama lain dari setiap kelompok. Manusia dikatakan makhluk sosial karena mereka bisa saling mengerti dan membantu satu sama lain serta membuat suatu kesepakatan serta hasil yang dapat mereka capai bersama.
Ketika suatu kelompok diminta untuk membentuk sebuah bintang dari 5 buah tusuk gigi, ini merupakan hal yang sulit dan agak kurang efektif meskipun semua anggota kelommpok telah saling mengungkapkan ide-ide mereka dan saling membantu agar mendapat hasil yang semaksimal mungkin untuk membentuk bintang dikarenakan tusuk gigi dengan ukuran yang kecil dan pendek serta rapuh kurang mampu menghasilkan bentuk yang diinginkan. Namun ketika kelompok diminta membuat bintang dari 5 buah tusuk sate, ini menjadi hal yang lebih mudah dibandingkan yang sebelumnya. Saat setiap anggota kelompok mengutarakan ide-ide nya dan akhirnya berhasil mendapatkan cara untuk merangkai tusuk-tusuk sate tersebut menjadi sebuah bintang, didapatkan kesimpulan bahwasanya tusuk sate itu memiliki ukuran yang pipih dan panjang serta lebih lentur dibandingkan dengan tusuk gigi sehingga bisa dikaitkan satu sama lain sehingga dapat membentuk sebuah bintang.
Membentuk bintang dari 5 buah tusuk sate bukanlah hal yang mudah, namun dengan adanya penyatuan ide-ide yang ada serta saling membantu satu sama lain oleh tiap-tiap anggota membuat hal tersebut menjadi lebih mudah dan dapat dikerjakan lebih cepat. Menyusun satu demi satu tusuk sate tersebut dan merangkainya sehingga membentuk menjadi sebuah bintang atau bisa dibilang 1+1+1+1+1 = 1!
Manusia ditinjau dari sisi psikologis memiliki 3 aspek penting yang saling berkaitan yaitu kognitif, afektif serta psikomotor. Namun 3 aspek ini juga harus diimbangi dengan kegiatang bersosialisi. Hal-hal yang telah disebutkan tadi merupakan beberapa jalur pembelajaran yang biasa dilakukan oleh manusia yang biasanya terjadi di kehidupan sehari-hari untuk mendapatkan pendidikan serta pengetahuan akan suatu hal. Setiap manusia itu berbeda-beda, namun manusia tetap disebut dengan makhluk sosial. Setiap individu memiliki caranya masing-masing dalam mendapatkan pendidikannya. Dan sesuai dengan kemampuan mereka masing-masing dalam melakukan pembelajaran, individu itu dibagi 3 yaitu : Individu yang cepat dalam belajar, individu yang lambat dalam belajar dan individu yang kreatif.
Namun tiap individu itu juga dapat memperoleh pendidikan baru melalui beberapa bentuk belajar, seperti :
- Belajar dengan symbol, yaitu individu mereaksi karena adanya aksi yang ditimbulkan.
- Belajar dengan menjawab/mereaksi rangsangan yang merupakan gerakan fisik stimulus respons)
- Belajar merangkai, menghubungkan rangsangan yang terjadi dan diikuti dengan respon berikutnya.
- Belajar merangkai kata-kata, yaitu merangkaikan misalnya nama sesuatu benda dengan bentuk bendanya.
- Belajar membedakan, yaitu mempelajari dengan cara memberikan respons secara abstrak terhadap sesuatu rangsangan.
- Belajar aturan, yaitu belajar menghubungkan satu atau lebih konsep dengan konsep yang lainnya.
- Belajar memecahkan masalah, yaitu belajar menerapkan berbagai prinsip hingga memperoleh konsep baru.
Beberapa bentuk belajar diatas, dilakukan oleh tiap orang/anggota kelompok yang mencoba saling membantu agar dapat menghasilkan suatu bentuk bintang dari 5 tusuk sate.
Dalam proses belajar sosial merupakan perkembangan kesetiaan sosial (formation of social loyalities) bila ditinjau menurut sosiobudaya. Kesetiaan sosial individu berkembang dimulai dari lingkungan keluarga, teman sepermainan, sekolah hingga masyarakat luas. Biasanya kesetiaan sosial didasarkan atas :
• Pengalaman individu dalam kelompok primer atau keluarga dapat menimbulkan kesenangan dan penuh percaya diri serta menimbulkan rasa aman bagi individu.
• Pada kelompok primer ini juga ditumbuhkan rasa kesetiaan pada kelompoknya, belajar menempatkan diri, belajar memainkan peranan, dapat saling menghargai dan mengindahkan tanggung jawab masing-masing.
• Kesetiaan terhadap kelompok kecil merupakan batu loncatan untuk meraih kesetiaan dalam kelompok yang lebih besar.
Ketika individu diminta agar dapat merangkai bentuk bintang melalui 5 buah tusuk gigi dan 5 buah tusuk sate, itu dapat terdengar impossible. Oleh karena itu, Ibu Dina membentuk kelompok-kelompok yang terdiri dari beberapa orang untuk merangkai sebuah bintang dari bahan-bahan yang ada. Dalam kelompok inilah, kesetiaan sosial individu diuji. Dan orang-orang yang merupakan anggota kelompok tersebut sebelumnya sudah memiliki banyak pengalaman bergabung dengan kelompok lain, sehingga bisa lebih memahami bagaimana sistematika pembelajaran dalam suatu kelompok sehingga bisa mendapatkan suatu ilmu baru atau yang bisa disebut juga dengan pendidikan.

Referensi :
Salam, Burhanuddin. Pengantar Paedagogik (Dasar-dasar Ilmu Mendidik). PT. RINEKA CIPTA, JAKARTA:2002

(diselesaikan pada tanggal 19 Februari 2010 pada pukul 23.35 WIB)